Guru-guru cantik nan ceria siap lagi mendengarkan promo laptop di salah satu sd negeri. dari sebelah kiri ada Bu Nurma yang lagi bersalaman dengan guru lain, sebelahnya bu Nisfin Yunaida lagi melirik, sebelahnya lagi ada Bu Jamini mengintip kamera, depannya ada Bu Ruciana Galunggung, sebelahnya aku sendiri dan terakhir bu Riana yang super besar.
Yang bisa dihitung belum tentu bisa diperhitungkan. Yang bisa diperhitungkan belum tentu bisa dihitung.
Minggu, 04 Oktober 2015
Guruku yang Ceria

Guru-guru cantik nan ceria siap lagi mendengarkan promo laptop di salah satu sd negeri. dari sebelah kiri ada Bu Nurma yang lagi bersalaman dengan guru lain, sebelahnya bu Nisfin Yunaida lagi melirik, sebelahnya lagi ada Bu Jamini mengintip kamera, depannya ada Bu Ruciana Galunggung, sebelahnya aku sendiri dan terakhir bu Riana yang super besar.
Guru-guru cantik nan ceria siap lagi mendengarkan promo laptop di salah satu sd negeri. dari sebelah kiri ada Bu Nurma yang lagi bersalaman dengan guru lain, sebelahnya bu Nisfin Yunaida lagi melirik, sebelahnya lagi ada Bu Jamini mengintip kamera, depannya ada Bu Ruciana Galunggung, sebelahnya aku sendiri dan terakhir bu Riana yang super besar.
Kertas Harianku
Kenanganku di Ulang Tahun pada 2015 r
Berjuta kisah menjadi satu paket indah di ruang aula SD Islam Aisyiyah Jatinom. bukan awal dan bukan akhir dari fakta yang terjadi. namun ini adalah serangkaian paket indah yang membumbung tinggi lalu berbuah manis.
beberapa hari sebelumnya, anak-anak berbisik mesra. menyembunyikan banyak hal dariku. aku kejar mereka berlari. aku dekati mereka menjauh. ada sesuatu yang aku tak boleh mengetahuinya. mereka sudah besar dan sudah tumbuh remaja, tak sepatutnya aku memperlakukan seperti anak kecil yang semuanya selalu ditunjukkan lewat kata atau tindakan. naluri mereka sudah bekerja dengan sangat indah. sketsa yang terbentuk dari rumah dan diberi warna oleh orang tua, lingkungan dan rumah benar-benar membuatku terharu.
Rabu, 30 September 2015
Jalanku
Kamu bukanlah
lawan mainku, Dan aku bukanlah lawan mainmu
Karena ini
hanyalah soal pasir saja yang tak bisa tumbuh
Bukan soal
nyawa, atau taruhan luka
Kamu bukanlah
musuhku, dan aku bukanlah musuhmu
Aku hanya
inginkan hakku kembali
Milikku,
bukan milikmu
Aku hanya
inginkan semua kembali lagi
Makan nasi
dari lahanku, makan sayur dari bumiku sendiri
Sekali lagi
aku hanya inginkan hakku saja
Jika hari
ini aku tak tidur ditepi jalan
Bisa ku
pastikan semua mata masih terpejam
Jika hari
ini aku tak mau menjadi korban
Bisa kupastikan
semua mulut tetap terdiam
Lihatlah kami,
Bukan aku
atau bukan dia saja
Kami tak
kenal pembuat kebijakan
Kami tak
mengerti undang-undang
Tapi kami
tahu alam
Kami tahu
cara berbagi
Karena kami
bukanlah pengeruk keuntungan
Kami bukanlah
maling alam
Kami hanyalah
butuh makan dan butuh nyaman
Minggu, 27 September 2015
Aku Bukan Wulan
“Memang cinta itu bahasa dunia, jadi tak perlu kau risau atau apalah namanya.Yang jelas semua akan baik-baik saja.”
“Jelas aku tak bisa tenang.Apa kamu pikir aku akan diterima begitu saja! Mudahnya kamu bilang, itu kan karena kamu nggak ngerasain!” cetus Resa.
Resa terlihat sangat gelisah.Urat-urat diwajahnya jelas terlihat tegang.Bahkan untuk tersenyumpun harus ditarik dengan jari milik Wulan. Suara bising Avanza silver yang mereka naiki tak ubahnya suara lebah yang siap menyengat mangsanya.
“ Kok berhenti pak?” suara resa sedikit tertahan.
“ Maaf Neng Resa, bapak pingin beli sesuatu dulu di toko.” Kata pak Slamet.
“Ah pak slamet, kenapa harus sesuatu? Kayak artis saja. Tapi jangan lama-lama ya pak.” Teriak Wulan.
Apa iya, semua akan baik-baik saja? Apa mungkin jika aku saying dan cinta semua berubah menjadi baik? Kenapa harus aku sih?Kenapa bukan Wulan saja. Aku kan kembar dengannya. Harusnya ini kami alami bersama. Tapi….ah sudahlah! Pikir resa.
“ Sa, bentar lagi ulang tahun kita lho. Kamu punya kejutan apa buatku?” Tanya wulan penasaran.
Resa hanya diam. Matanya menatap Wulan sebentar. Pikirannya kembali terbang ke tahun yang lalu, tahun di mana ia tak pernah mendapatkan kado istimewa seperti saudaranya. Menurutnya orang tuanya tidak pernah adil memperlakukan anak-anaknya.Kakak-kakaknya selalu mendapatkan hadiah saat ulang tahun yang ke berapapun, tapi tidak dengan Resa. Hanya sekarang saja ia diminta merayakan ulang tahun ke tujuh belasnya di rumah bersama teman-teman Wulan, aneh kan?
Sudah berkali-kali Resa menolak untuk pulang.Namun ayahnya bersikeras dan mengirim pak Slamet beserta Wulan menjemputnya.Resa tak berharap banyak dengan kepulangannya kali ini.Ia tahu pasti ada sesuatu yang diminta Wulan sehingga ia harus hadir dalam rapat keluarga dan hanya menjadi pendengar saja.
“ Neng Resa, kok nglamun terus dari tadi?” ujar pak Slamet memecah keheningan. Perjalanan dengan anak majikannya yang satu ini selalu membuat pak Slamet penasaran.Tak seperti saudara-saudara yang lainnya yang selalu cerewet minta cepat atau minta lewat jalan tertentu.Tapi tidak dengan Resa, pak Slamet selalu yang menentukan jalan mana yang mau dilewati.
“ Nggak nglamun kok pak. Masih lama nggak pak perjalanannya?”
“ Masih satu jam lagi Neng, apa saya perlu ngebut neng?
“ iya pak!” jawab Wulan cepat.
“ Kalau diperlambat bisa nggak pak? Barangkali lima jam lagi sampainya.” Jawab Resa.
Itulah mereka, selalu berbeda.Yang satu kerasan di rumah.Yang satu lebih memilih sekolah di Jombang.Indekos malah.Pernah suatu hari pak Slamet memergoki Neng Resa menangis di mobil waktu ayahnya memaksa untuk pulang. Dengan logat pelannya ia bercerita pada pak slamet bahwa ia tak kersan tinggal di rumah. Ia benci dengan semua yang ada di rumah itu. Dan hari ini pak slamet melihat itu di wajah Resa.
Langit sudah tampak berwarna jingga saat mobil avanza silver memasuki halaman rumah mewah bercat merah bata. Tampak serasi sepasang suami istri yang sedang keluar dari rumah.Dirangkulnya wulan. Pemandangan ini sudah sangat sering terlihat di depan Resa. Ia maklum dengan semuanya, meski hati kecilnya berontak. Dislaminya tangan kedua orang tuanya, llu ia masuk menuju singasananya di dalam istana neeraka.
_______________#################______________________
Udara di Blitar memang terasa sangat dingin.Sama persis dengan dinginnya jiwa Resa.Ia paksakan tubuhnya untuk bangun dari tempat tidurnya. Ia adukan semua kepenatan jiwa pada sang pencipta. Ia biarkan matanya menganak sungai, menahan lelahnya perbedaan. Semuanya, ya semuanya ia adukan.
Matahari menerobos masuk ke dalam kamar Resa.Membei kehangatan sesuai janji Alloh pada hambanya yang bertakwa.Pak Johan mengetuk pintu kamar anak-anaknya.Membangunkannya dari pesona malam.Pagi ini pak johan dan bu Mariyam sudah menyiapkan menu istimewa.
“ Mana Resa, Bim? kok belum ngumpul sendiri. Panggil sana!” perintah pak johan pada Bima, kakak kedua Resa dan Wulan.
“Tahu sendirilah Resa, ayah.” Bantah Bima.
“Resa, cepetan! Sudah di tunggu nih!” teriak bu mariyam bersamaan dengan Wulan.
Dengan langkah gontai Resa berjalan menuju meja makan.Sarapan pagi yang sangat menyebalkan.Tenang Resa ini baru permulaan. Jika matahari mulai tinggi kamu akan tahu apa yang terjadi dan segera tentukan sikap secepat dan sebijak mungkin. Pikirnya.
“Sa, gimana kabarmu disana? Baik semua kan? Bu de juga baik kan?” suara Pak Johan mulai beraksi.
Resa langsung menyantap makanan yang ada.Tak dihiraukannya pertanyaan ayahnya.Bahkan ibunya sempat tegang melihat kedua orang di hadapannya.Menurutnya mereka tak pernah bisa akur jika bertemu. Sifat yang sama membuat mereka tak ada yang mau mengalah. Ikut bu de Rini adalah pilihan yang tepat menurut bu mariyam.
“ok. Resa. Ayah tahu kamu tak akan menjawab. Kali ini ayah berharap kamu setuju.ayah ingin kita berkumpul seperti dulu. Itu berarti kamu pindah lagi ke sini. Ayah harap kamu mengerti.” Kata pak Johan tegas. “oh, iya satu lagi Sa, ayah sudah telpon bud emu, besok semuanya akan di urus. Jadi kamu nggak perlu ke sana lagi!”
Seperti disambar petir.Mulut resa menganga.Mulutnya berhenti mengunyah.Lengkap sudah penderitaannya.Menjadi anak yang tak diharapkan saja sudah membuatnya sakit hati apalagidiharuskan berkumpul dengan saudaranya, Wulan.Sama artinya dengan membunuhnya pelan-pelan.
-----------------####################################------------------------
Murid-murid SMA Mandiri telah berjajar dilapangan.Seperti biasa senin telah menjadi cirri khas sekolah Indonesia untuk melaksanakan kegiatan upacara bendera. Meski seragam abu-abu putih telah ia kenakan, Resa masih tetap enggan membaur dengan yang lain.
“hai, saudaranya Wulan kan?” Tanya seorang gadis manis yang berdiri tepat di sampingnya.
“bukan, aku pembantunya.” Jawab Resa.
Semua yang mendengar terkejut dan menatap resa lekat-lekat. Jawaban itu akan membuatnya lebih nyaman ketimbang harus mengaku menjadi saudaranya Wulan. Hri pertama masuk SMU bersama Wulan membuatnya harus berhadapan dengan sejuta pasang mata.Siapa sih yang tidak kenal Wulan?Gadis cantik, cerdas sekaligus ketua OSIS.Dibutuhkan mental yang ampuh untuk bisa melepaskan diri dari cengkraman baying-bayang Wulan.
“Resa, kau tidak sekelas denganku, nggak pa-pa kan? Jangan khawatir di sini teman-teman ramah kok.” Mulut manis Wulan mulai beraksi. Dan itulah Wulan, di hadapan semua orang ia akan menjadi pahlawan, tapi tidak bagi Resa. Bagi Resa di saat tertentu ia akan rkam menjadi monster ganas yang siap menerkam kapanpun ia mau.
Resa bersyukur tidak sekelas dengan Wulan. Baginya, orang lain tak berhak tahu siapa dirinya. Resa adalah resa, bukan Wulan.Bukan gadis dengan sejuta prestasi, dan bukan gadis yang siap dengan bedak kemanapun.Resa yang sebenarnya hanyalah gadis biasa, yang suka makan dipinggir jalan, tertawa dan bercanda dengan siapapun.Resa memasuki kelas barunya dengan langkah tomboynya yang khas.Kini semua mata tertuju padanya.Sejuta pertanyaan dilayangkan untuknya.Resa hanya memberikan jawaban paling sederhana yang belum pernah mereka temukan. Senyuman termanis ia persembahkan kepada mereka.
Waktu berlalu perlahan namun pasti. Hari ini sengaja Resa tak mau di ajak ke kantin.Ia tak ingin dunianya diatur terlalu jauh oleh Wulan.Ia pastikan semuanya masih dalam kendalinya sendiri. Beberapa teman juga mengajak Resa, namun ia menolaknya. Ia memilih tempat yang nyaman untuknya, tanpa pedulikan orang lain. Teras kelas pilihannya. Ia pastikan kali ini hanya ingin di depan kelas saja.
“ Hai, namaku Soni, boleh ikut duduk?”
Anggukan kepala yang Resa berikan pada laki-laki sebayanya yang sedang duduk di sebelahnya.
“Aku pastikan kau sekelas denganku, dan bangkumu ada dipojok depan, benarkan?” Tanya Resa.
Soni hanya menganggukan kepala.Sedikitpun dia tak menoleh ke arah Resa.Matanya tetap asyik menatap huruf-huruf yang ada dalam buku pegangnya.Ini tantangan pertama, pikir Resa. Otaknya berselancar untuk menemukan ide-ide gila yang selama ini bersemayam didalamnya.
“Kau rupanya kutu buku ya?Wah keren, itu berarti kau orang yang ke sepuluh yang hobi kutu buku yang ku temui hari ini. Namaku Resa, orang yang beruntung di hari pertama sekolah di sini.” Cerocos Resa. Adrenalinnya selalu muncul yang tak terduga, bahkan di saat-saat separuh hatinya masih di luar kota.
“kau tidak akan bias bicara dengannya. Percuma saja.Ia tak akan membalas setiap ucapanmu!” ucap Dewi, gadis yang pagi tadi menemui Resa di gerbang sekolah.
Resa menatap dewi dan Soni bergantian.Tantangan ini semakin meyakinkan Resa untuk sekeras mungkin menakhlukkan si kutu buku.Pengetahuan Resa tentang pelajaran Fisika tidak terlalu buruk.
“Kau rupanya menyukai Fisika ya?Memurutku Fisika tidak terlalu sulit untuk dipelajari.”
“Oh ya?Kalau gitu nanti saat ulangan nilaimu minimal harus sama denganku, gimana?”
“Hari ini ulangan!Aku kan anak baru, apa harus ikut ulangan?” ucap Resa lirih.
“Kau bilang Fisika tidak sulit, itu artinya kapanpun ulangan tidak akan berpengaruh padamu!” jawab Soni ketus.
Jawaban Soni membuat tenggorokannya tercekat.Hari pertama sekolah Resa harus beradu nilai dengan bintang kelas. Sorot matanya yang meragukan kemampuannya tak akan mampu menghilangkan rasa cinta pada Fisika luntur begitu saja. Perang akan segera dimulai. Ini akan membuat tambahan babak baru dalam hidup Resa di SMU Mutiara.
Sejarah baru saja dimulai.Bu Mimin guru Fisika telah memberikan tiga soal ulangan. Tidak perlu waktu lebih dari lima belas menit Resa selesai mengerjakan, begitu pula dengan Soni. Kertas ulangan sudah berpindah ke tangan Bu Mimin, sang eksekutor.
“Resa, menurut kamu pelajaran Fisika itu apa?” Tanya sang eksekutor disela-sela anak-anak yang lain mengerjakan soal.
“Fisika itu Cinta pertama saya, Bu.” Jawab Resa yang disusul dengan mulut koki seluruh penghuni kelas, kecuali Soni.
Tak kalah serunya jawaban sang bintang kelas saat pertanyaan yang sama Bu mimin berikan. Menurut Soni Fisika itu magnetyang di dalamnya terdapat hokum tarik-menarik dan tolak menolak.Meski begitu tak hanya Fisika yang memiliki hokum magnet, melainkan semua mata pelajaran selalu memiliki daya pikat tersendiri bagi Soni.Bahkan pelajaran Bahasa Indonesia yang super sulit bagi Resa tetap memiliki daya tarik yang luar biasa.
“Kalian memang luar biasa! Jawaban kalian berdua sempurna.” Ucap Bu Mimin jelas.
Resa tersenyum atas kemenangannya. Tak susah untuk menjadi teman Soni. Laki-laki yang terkenal tak memiliki teman itu kini jatuh tersungkur karena ucapannya sendiri.Soni berdiri dari kursi kesayangannya menuju tempat duduk Resa.Ia ulurkan tangannya dan ia ucapkan selamat atas nilai sempurnanya. Meski kecewa karena ada saingan baru, Soni tetap laki-laki hebat, karena berani mengakui kemampuan lawannya.
Rasanya ingin menghabiskan waktu hanya disekolah, praktikum ataupun di perpustakaan.Tapi suara bel yang berbunyi menandakan waktu pulang telah tiba. Keinginan untuk jauh dari para monster tak kan mungkin terlaksana. Resa sedang mengemasi seluruh buku-buku pelajarannya saat Wulan datang menghampirinya.
Selasa, 24 Maret 2015
I LOVE U
Bumiku sudah tua
Renta…..
Tergusur oleh
tangan-tangan besi
Tergores gemerincing
rupiah
Tersungkur tak berdaya
Bumiku sudah tua
Rapuh…..
Tak kuat lagi menyangga
Jiwa-jiwa yang telah
menghanyutkan nada
Menyusuri batu-batu tajam
Bumiku kini telah usang
Tak mampu lagi tuk
menopang
Para pemangsa garang
Yang selalu siap dengan
parang
Menghabiskan kodrat alam
Menghiasi dengan matahari
Hanya matahari
Happy birthday bumiku
sayang……….
Hari ini kami tak
menyiapkan hadiah untukmu
Hari ini kami hanya bisa
berteriak
Di depan cakrawala
Mengabarkan ketakutan kami
akan kehilanganmu
Happy birhtday Bumiku
tercinta
Hari ini kami hanya bisa
menangisimu
Sungguh……kami tak mampu menahan
Merobek……….
Merampas……..
Serta menikam besi-besi
Namun
Hari ini kami berjanji
Mengukuhkan segenap nafas
kami
Menghaturkan seluruh hidup
kami
Menjadi body guardmu
Karena….
Karena…… kami mencintaimu
Langganan:
Postingan (Atom)
Stasiun Lempuyangan
Jika Blitar terbuat dari tetesan-tetesan darah para pejuang, maka Jogja tercipta dari sejuta kerinduan. Kerinduan pada keramahan...

-
Blitar kutha pariwisata, alun-alun ngalor sithik makam Bung Karno Gandeng perpustakaan ISO nambah wawasan Stadion ngalor, sumber udel pema...
-
Bagaimana dengan pasca UASmu kawan? Ini pasca UASku. Menarik kan? hehe he....foto pertama itu bukan kuis kawan. Itu foto lomba merangk...