Masih ingatkah engkau denganku?
Dengan sejuta rayu engkau menghampiriku. Menerjemahkan setiap langkah keras dan gontaiku. Di bawah pohon
besar, pohon yang menumbuhkan sejuta
kenangan, di depan gedung
bercat kuning, kita bercanda penuh dengan keceriaan. Penuh dengan tawa
renyah. Bahkan tak mengenal
kata pisah dalam setiap desahan nafas. Dunia hanya menjadi milik kita.
Malampun menjadi indah dalam buaian diskusi antar manusia. Perang kusir
mulai bertebaran. Semuanya berebut menjadi juara layaknya persaingan kursi DPR
negeri dongeng. Aku pun terlibat di dalamnya, terlibat dalam arena pertempuran
itu. Engkau tersenyum. Terasa adem jika
harus mengingat senyummu malam itu. Engkau tak beranjak meninggalkan kursimu.
Engkau hanya tersenyum menatapku. Hingga pagi kembali hilangkankan perang
kusir.
Pagi itu, di depan dereten sepeda motor panjang. Apakah engkau ingat? Atau
amnesiamu tak menginginkan pulih kembali. Jika enkau tak bisa mengingatnya, ijinkan
aku membuka sedikit ingatanmu. Aku janji, hanya sedikit saja. Di situ kita
seharian di jemur dalam teriknya mentari. Air putihku sudah habis sejak pagi
untuk bersama kawan-kawan yang lain, dan tak ada lagi yang tersisa kecuali
milikmu. Engkau duduk di depanku, memohon agar aku mau meminum air putihmu,
agar aku tak kena dehidrasi , itu inginmu. Tahunitu. Ya………… di tahun itu, kita
mulai berdiskusi tentang pribadi. Mengenal satu sama lain, mencoba menerima jalan takdir atas nama
cinta
Oh iya, itu tidaklah lama. Perjalanan seminggu setelah kita berpisah, kita
mulai merasakan keberadaan teman-teman yang lain. Kita mulai melihat bhwa dunia
tak hnya berdua. Dan kau ingat apa yang terjdi? Hari-hari yang panjang tak lagi membuatku mengerti dirimu. Engkau selalu
aneh. Muncul lalu tenggelam. Dan selalu berulang. Aku seperti kehilangan arah
dan tujuan, tapi itu tak lama, hanya sebentar. Dan aku kembali ceria.
bukan, bukan aku
jika harus patah hati. Perjalanan penuh dengan
duri-duri tajam menghantam jiwaku dan juga jiwamu, namun
engkau tetaplah pujangga dengan
sejuta rayu dan cinta tanpa pernah
lelah. Langkah hatimu mulai
kabur. Hatimu mulai terpaku pada gadis itu. Ya….aku bukan gadis yang keturunan darah biru, aku hanya manusia biasa yang tak mau kenal kasta dan tak mau kenal. Saat itu, bagiku itu hanyalah
sebuah terapi akan keteguhan
cinta kita. Namun sayang…………….engkau benar-benar lari meninggalkanku sendirian
tanpa kejelasan.
Bukan aku jika tak bisa tersenyum
dalam derasnya duka. Bukan aku jika tak bisa tertawa dalam dunia nyata yang
penuh dengan intrik-intrik cinta remaja. Aku masih kokoh berdiri. Aku masih
kuat tertawa ngakak. Dan itu ternyata sihir ampuh yng membuat hatimu kembali
padaku meski engkau tak lagi berani berucap.
Perjalanan itu memang guru yang
luar biasa. Aku tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Aku hnya manusia biasa yang tak akan
sanggup menebak takdir yang maha
kuasa. Sesaat engkau berpaling hatiku memang kecut. Dan sedikit membuatku
lelah, lemah tak berdaya. Aku mengakuinya untuk itu. Tapi itu hanya berlangsung tidak lebih dari
dua hari.
Kisah kita tak akan berhenti begitu saja, bukan? Semuanya pasti akan berakhir
sampai ajal menjemput diantara
salah satunya. Aku atau
engkau lebih dulu. Seperti kisah romeo n Juliet. Atau selayaknya kisah laila majnun, yang merelakan
jiwanya hncur dan melayang dari jasadnya. Begitu pula dengan harapanku.