Minggu, 05 Februari 2017

Cinta diorama



Masih ingatkah engkau denganku? Dengan sejuta rayu engkau menghampiriku. Menerjemahkan setiap langkah keras dan gontaiku. Di bawah pohon besar, pohon yang menumbuhkan sejuta kenangan, di depan gedung bercat kuning, kita bercanda penuh dengan keceriaan. Penuh dengan tawa renyah. Bahkan tak mengenal kata pisah dalam setiap desahan nafas. Dunia hanya menjadi milik kita.
Malampun menjadi indah dalam buaian diskusi antar manusia. Perang kusir mulai bertebaran. Semuanya berebut menjadi juara layaknya persaingan kursi DPR negeri dongeng. Aku pun terlibat di dalamnya, terlibat dalam arena pertempuran itu. Engkau tersenyum. Terasa adem  jika harus mengingat senyummu malam itu. Engkau tak beranjak meninggalkan kursimu. Engkau hanya tersenyum menatapku. Hingga pagi kembali hilangkankan perang kusir.
Pagi itu, di depan dereten sepeda motor panjang. Apakah engkau ingat? Atau amnesiamu tak menginginkan pulih kembali. Jika enkau tak bisa mengingatnya, ijinkan aku membuka sedikit ingatanmu. Aku janji, hanya sedikit saja. Di situ kita seharian di jemur dalam teriknya mentari. Air putihku sudah habis sejak pagi untuk bersama kawan-kawan yang lain, dan tak ada lagi yang tersisa kecuali milikmu. Engkau duduk di depanku, memohon agar aku mau meminum air putihmu, agar aku tak kena dehidrasi , itu inginmu. Tahunitu. Ya………… di tahun itu, kita mulai berdiskusi tentang pribadi. Mengenal satu sama lain, mencoba menerima jalan takdir atas nama cinta
Oh iya, itu tidaklah lama. Perjalanan seminggu setelah kita berpisah, kita mulai merasakan keberadaan teman-teman yang lain. Kita mulai melihat bhwa dunia tak hnya berdua. Dan kau ingat apa yang terjdi? Hari-hari yang panjang tak lagi membuatku mengerti dirimu. Engkau selalu aneh. Muncul lalu tenggelam. Dan selalu berulang. Aku seperti kehilangan arah dan tujuan, tapi itu tak lama, hanya sebentar. Dan aku kembali ceria.
bukan, bukan aku jika harus patah hati. Perjalanan penuh dengan duri-duri tajam menghantam jiwaku dan juga jiwamu, namun engkau tetaplah pujangga dengan sejuta rayu dan cinta tanpa pernah lelah. Langkah hatimu mulai kabur. Hatimu mulai terpaku pada gadis itu. Ya….aku bukan gadis yang keturunan darah biru, aku hanya manusia biasa yang tak mau kenal kasta dan tak mau kenal. Saat itu, bagiku itu hanyalah sebuah terapi akan keteguhan cinta kita. Namun sayang…………….engkau benar-benar lari meninggalkanku sendirian tanpa kejelasan.
Bukan aku jika tak bisa tersenyum dalam derasnya duka. Bukan aku jika tak bisa tertawa dalam dunia nyata yang penuh dengan intrik-intrik cinta remaja. Aku masih kokoh berdiri. Aku masih kuat tertawa ngakak. Dan itu ternyata sihir ampuh yng membuat hatimu kembali padaku meski engkau tak lagi berani berucap.
Perjalanan itu memang guru yang luar biasa. Aku tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Aku hnya manusia biasa yang tak akan sanggup menebak takdir yang maha kuasa. Sesaat engkau berpaling hatiku memang kecut. Dan sedikit membuatku lelah, lemah tak berdaya. Aku mengakuinya untuk itu. Tapi itu hanya berlangsung tidak lebih dari dua hari.
Kisah kita tak akan berhenti begitu saja, bukan? Semuanya pasti akan berakhir sampai ajal menjemput diantara salah satunya. Aku atau engkau lebih dulu. Seperti kisah romeo n Juliet. Atau  selayaknya kisah laila majnun, yang merelakan jiwanya hncur dan melayang dari jasadnya. Begitu pula dengan harapanku.

Tidak ada komentar:

Stasiun Lempuyangan

Jika Blitar terbuat dari tetesan-tetesan darah para pejuang, maka Jogja tercipta dari sejuta kerinduan. Kerinduan pada keramahan...