Jangan kau remehkan hutang
Yang tak pernah menampakkan hidung belang
Duduklah denganku sembari menenggak secangkir kopi
Bercerita pasir putih dan laut yang terbebas dari derai mimpi
Ooo inikah rasanya hutang, itu kata kau saat menepi
Aromanya sudah hampir sampai pada kutang tak bertali
Ooo inikah rasanya hutang
Menjelma jadi jalan-jalan kayang
tak terhitung lagi jumlahnya
Kian menumpuk saja di pinggir-pinggir beton
Lupakah kau pada anak-anakmu nanti
dengan apa mereka menyepakatinya
Tanah
ataukah dengan kutang tak berharga
Tataplah di ujung barat sana
senja sudah mulai muncul, dan kau masih saja memikul
Aku terlalu khawatir denganmu
dengan punggungmu yang tak lagi tegap seperti dulu
Dengan tanda-tangan jemarimu
Ah...Aku hanya terlalu khawatir saja
Kalau kau tak sanggup
Kembalilah padaku
Di sini, di balik pagar tanpa tiang
Tanpa hutang
09.11.17
Yang bisa dihitung belum tentu bisa diperhitungkan. Yang bisa diperhitungkan belum tentu bisa dihitung.
Rabu, 08 November 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Stasiun Lempuyangan
Jika Blitar terbuat dari tetesan-tetesan darah para pejuang, maka Jogja tercipta dari sejuta kerinduan. Kerinduan pada keramahan...

-
Blitar kutha pariwisata, alun-alun ngalor sithik makam Bung Karno Gandeng perpustakaan ISO nambah wawasan Stadion ngalor, sumber udel pema...
-
Bagaimana dengan pasca UASmu kawan? Ini pasca UASku. Menarik kan? hehe he....foto pertama itu bukan kuis kawan. Itu foto lomba merangk...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar