Senin, 20 Maret 2017

Robot Masa Kini

Berwujud lengkap dengan perangai lengkap
Berhitung dan deretan huruf tersimpan rapi dalam memori
Tinggal tekan tombol on saja
Langkahnyapun tegap bak ABRI jaman dahulu
Siap bertanding tanpa haluan

Inilah jamannya
Matematika dan sains menjadi juara
Inilah kenyataannya
Perkalian menjadi saksi sejarah peradaban baru
persekutuan ada dibalik layar hitam kelam
Duduk manis berteman angka-angka palsu
Menghayati setiap peran yang berlaku

Apa itu norma?
Tak kan temui di sini
Diantara puing-puing kehebatan teknologi
Yang ada hanyalah teman sejauh google memandang
Yang ada hanyalah Iphone di tangan

Norma telah pergi bersama Budi
Menjelajahi alam lain dalam keremangan hati
Berbisik halus seraya pergi meninggalkan tunas manis
Tergerai di bahunya selimut air mata
Memikul sejuta nestapa lalu menjadi hiasan langit tanpa terang



Di Atas Tanah Kapling

Diantara kerumunan manusia bertandang
Bejibun dengan ember dan tas-tas hitam
Mengharu biru penuh keresahan
Menyimpan sejuta kenangan dalam suka dan duka
Inilah jalan yang harus dilalui
Lembah curam dan terjal

Sejuta kisah menjadi saksi antara daun-daun penyentuh tanah
Menghilangkan aroma tanah basah
Membiarkan ulat dan cacing berbisik mesra
Mengibaskan selimut demi perut
Inikah fakta?
menjelma jadi panorama kepastian

Tanah basah telah kering
Dibagi berkapling-kapling
inden bersama nafas yang menderu
Menunggu saat kepastian datang merajai waktu
Hahhhh
Ketakutan itu benar adanya
Tersimpan rapi dalam tumpuka memori

Blitar, 21.03.17

Jumat, 17 Maret 2017

Susahnya Antri

Sering nggak liat orang di sekitar kita nyerobot? Bahkan di tempat umum lho. Jawabannya pasti sering. Di negeri ini hal-hal semacam itu masih dianggap lumrah dan masih haruis dimaklumi. Bukan saja bagi mereka yang berduit, yang nggak berduitpun juga mulai gerah dengan istilah panjang alias antri. Yang jadi pertanyaan itu akan berlangsung sampai kapan? Bagaimana dengan generasi masa depan? Akankah mereka kita ajari dengan menyerobot ataupun tak bisa antri?
Kejadian kemarin cukup menjadi pelajaran bagi saya. Tulisan inipun sebenarnya tumpahan atas kekesalan saya pada orang-orang yang tidak bisa antri. Mengapa di negara maju antri menjadi hal yang mudah? Jepang misalnya. Masih ingat dengan kejadian buruk yang menimpa negeri Sakura ini. Sunami dan badai sampai beberapa hari. Bantuan makan yang terus didengungkan. Hebatnya masyarakat di sana mampu mengontrol emosinya meskipun kondisi sangat tidak mendukung. Dalam tayangan salah satu stasiun televisi nasional mengatakan bahwa, mereka sedang antri untuk mendapatkan jatah makan siang. Dalam kondisi saat itu semua masih tetap antri dengan tertib. Tak tampak satupun menyerobot dalam antrian. Ketika orang yang paling belakang ditanya oleh salah satu reporter tentang antri yang tak pasti dapat jatah, jawabnya karena semua yang ada disini adalah manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama yakni antri.
Huuuh bagaimana dengan kondisi kita? inilah kondisi yang sebenarnya. Antri ternyata kebiasaan yang terus-menerus tertanam dan akan menjadi kebiasaan. Dengan antri sebenarnya kita dilatih untuk menghargai hak-hak orang lain. Dengan antri pula kita belajar sabar. Dan dengan antri pula kita harusnya bisa berdisiplin diri bagaimana supaya antri itu tidak dibelakang dan tidak menghalalkan segala cara.
Sayangnya, penanaman antri masih sangat minim dilakukan oleh lembaga-lembaga manapun, termasuk sekolah. Pembiasaan-pembiasaan sederhana ini menjadi hal besar manakala tidak bisa dilakukan sesuai dengan porsinya, dan antri seringkali menjadi pemicu utamanya. Sekolah seharusnya menjadi lembaga yang menanamkan antri selain di rumah. Selain sekolah para aparat pemerintahan seharusnya juga mengajari antri dari dirinya sendiri. tidak hanya menuntut orang lain antri sementara tak ada contoh dari mereka.

see you....ketemu berikutnya ya



Selasa, 14 Maret 2017

Study Lingkungan



 Bagaimana kalau sekolah kesukaanmu acapkali melaksanakan study lingkungan. Mengenal banyak hal tentang lingkungan sekitar. Mulai dari yang kecil hingga lingkungan yang besar. Sangat jarang lho kita temui sekolah di kawasan Blitar yang nota bene kota kecil memperhatikan kebutuhan akan pengetahuan akan lingkungan untuk anak. Lingkungan yang ramah bagi anak seharusnya menjadi perhatian bagi seluruh pelaksana pendidikan
SD Islam Aisyiyah menjadi bagian tak terpisahkan dalam menambah wawasan anak tentang lingkungan yang sesungguhnya. Saling tolong-menolong untuk berjalan di pematang sawah menjadi bagian dari pembelajaran alamiah pada anak. Di bawah ini adalah salah satu foto saat anak-anak sekolah dasar sedang berlatih memberi makan pada Ikan Koi yang menjadi penghasilan utama bagi sebagian masyarakat Nglegok Kabupaten Blitar.


Ikut terlibat dalam keluarga besar SD Islam Aisyiyah yang terletak di Jl. Maluku (Selatan Yonif 511) ini merupakan keistimewaan tersendiri. Mengajak anak untuk mengenal lingkungan yang sesungguhnya membawa pengaruh besar bagi pelaksana pendidikan di lingkungan sekolah. Foto di bawah ini memberikan contoh bahwa belajar pada lingkungan asli lebih membutuhkan energi yang luar biasa ketimbang harus menghafalkan sekian banyak rumus. Pasalnya pada saat seperti ini anak-anak cenderung meluapkan kebahagiaannya.




see you....ketemu info berikutnya ya guys.....

Stasiun Lempuyangan

Jika Blitar terbuat dari tetesan-tetesan darah para pejuang, maka Jogja tercipta dari sejuta kerinduan. Kerinduan pada keramahan...