Sering nggak liat orang di sekitar kita nyerobot? Bahkan di tempat umum lho. Jawabannya pasti sering. Di negeri ini hal-hal semacam itu masih dianggap lumrah dan masih haruis dimaklumi. Bukan saja bagi mereka yang berduit, yang nggak berduitpun juga mulai gerah dengan istilah panjang alias antri. Yang jadi pertanyaan itu akan berlangsung sampai kapan? Bagaimana dengan generasi masa depan? Akankah mereka kita ajari dengan menyerobot ataupun tak bisa antri?
Kejadian kemarin cukup menjadi pelajaran bagi saya. Tulisan inipun sebenarnya tumpahan atas kekesalan saya pada orang-orang yang tidak bisa antri. Mengapa di negara maju antri menjadi hal yang mudah? Jepang misalnya. Masih ingat dengan kejadian buruk yang menimpa negeri Sakura ini. Sunami dan badai sampai beberapa hari. Bantuan makan yang terus didengungkan. Hebatnya masyarakat di sana mampu mengontrol emosinya meskipun kondisi sangat tidak mendukung. Dalam tayangan salah satu stasiun televisi nasional mengatakan bahwa, mereka sedang antri untuk mendapatkan jatah makan siang. Dalam kondisi saat itu semua masih tetap antri dengan tertib. Tak tampak satupun menyerobot dalam antrian. Ketika orang yang paling belakang ditanya oleh salah satu reporter tentang antri yang tak pasti dapat jatah, jawabnya karena semua yang ada disini adalah manusia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama yakni antri.
Huuuh bagaimana dengan kondisi kita? inilah kondisi yang sebenarnya. Antri ternyata kebiasaan yang terus-menerus tertanam dan akan menjadi kebiasaan. Dengan antri sebenarnya kita dilatih untuk menghargai hak-hak orang lain. Dengan antri pula kita belajar sabar. Dan dengan antri pula kita harusnya bisa berdisiplin diri bagaimana supaya antri itu tidak dibelakang dan tidak menghalalkan segala cara.
Sayangnya, penanaman antri masih sangat minim dilakukan oleh lembaga-lembaga manapun, termasuk sekolah. Pembiasaan-pembiasaan sederhana ini menjadi hal besar manakala tidak bisa dilakukan sesuai dengan porsinya, dan antri seringkali menjadi pemicu utamanya. Sekolah seharusnya menjadi lembaga yang menanamkan antri selain di rumah. Selain sekolah para aparat pemerintahan seharusnya juga mengajari antri dari dirinya sendiri. tidak hanya menuntut orang lain antri sementara tak ada contoh dari mereka.
see you....ketemu berikutnya ya
Yang bisa dihitung belum tentu bisa diperhitungkan. Yang bisa diperhitungkan belum tentu bisa dihitung.
Jumat, 17 Maret 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Stasiun Lempuyangan
Jika Blitar terbuat dari tetesan-tetesan darah para pejuang, maka Jogja tercipta dari sejuta kerinduan. Kerinduan pada keramahan...

-
Blitar kutha pariwisata, alun-alun ngalor sithik makam Bung Karno Gandeng perpustakaan ISO nambah wawasan Stadion ngalor, sumber udel pema...
-
Bagaimana dengan pasca UASmu kawan? Ini pasca UASku. Menarik kan? hehe he....foto pertama itu bukan kuis kawan. Itu foto lomba merangk...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar